Antara Pendidikan dan Investasi

Hm.. aku ijin dulu, ya, sama master2 pengembangan kepribadian BPPK.
Mau bahas tentang beberapa pandangan pegawai Setban tentang investasi pendidikan dan investasi bisnis.
Semoga bisa bermanfaat walau penjabaran dariku sebenarnya sederhana banget.
Narasumber kita malam ini ada 4 orang. Pak R, Pak A, Pak S, dan Pak I. Keempatnya orang kepegawaian.
Jadi, manakah yg lebih oke? Berbisnis atau berpendidikan tinggi?

Kalau menurut Pak R dan Pak I, tentu saja berbisnis lebih oke. Tapi Pak A dan Pak S punya pendapat yg bertentangan.

Menurut Pak R yg punya bisnis bimbel online dan bisnis soal bahas usm stan, berbisnis merupakan luapan dari ketidak-passion-annnya dengan ke-PNS-annya
Pak R mengaku menjadikan PNS hanya sebagai batu loncatan untuk meniti bisnisnya.
“Rejeki tidak harus dari PNS. Toh justru peluang rejeki dari berbisnis malah lebih besar.” begitu kata beliau.
Ketika ditanya apakah nggak merasa sayang menukarkan kesempatan kuliah dimasa muda dengan meniti bisnis? Kan jelas ada opportunity cost-nya
Pak R bilang “Tidak juga. Toh, bila diperlukan, kuliah bisa dilakukan lagi setelah keluar dari PNS.” Pak R memang mengaku ingin keluar dari pns sehabis masa jabatannya kelak.
Bentar.
Faktor lain mengapa Pak R lebih memilih berbisnis dari pada kuliah adalah keluarga. Dia merasa waktu untuk mengurus bisnisnya lebih memungkinkan untuk bisa memberi waktu yg cukup bagi keluarga dibandingkan apabila dia memilih kuliah.
Pak R mengaku kuliahnya sempat terabaikan sejak berkeluarga.
Kedekatan dengan keluarga, menurut Pak R merupakan keuntungan yang tak tergantikan. Bahkan oleh keuntungan dari perkuliahan, bahkan oleh keuntungan dari berkarir. Sehingga Pak R rela melepas ke-PNS-annya demi bisa bersama keluarganya.
“Kalau ga mau jadi PNS, carilah usaha yg sesuai dengan passion-mu dan ambilah ancang-ancang untuk keluar dari PNS. Jangan takut. Hidup itu kebebasan” kata beliau.
Kita lihat pandangan lain dari PNS berbisnis lainnya, yaitu Pak I.
Pak I punya bisnis Bugen piZza. Awalnya Pak I berpikir kuliah adalah segala-galanya. Tapi lambat laun, Pak I  menemukan passion sejatinya, yaitu berbisnis.
Pak I enggan menceritakan proses perubahan mindset itu. Tapi yg jelas proses itu pasti cukup wah sehingga membuatnya yakin untuk keluar dari PNS dan menjadi pebisnis yg pro.
Sama dengan Pak R. Pak I juga berpikir dengan berbisnis, beliau bisa lebih meluangkan waktu dengan keluarga.
Ketika ditanya kenapa lebih memilih berbisnis, beliau menjawab “Return dalam berbisnis dapat lebih cepat diterima. Bugen pIZZA dalam sebulannya bisa menghasilkan 5x sampai 12x dari gaji PNS golongan II/c”
Bentar.
Berdasarkan data yg beliau peroleh sendiri tersebut, beliau berpendapat “dari pada memilih karier di PNS yg peluang berhasilnya sangat kecil, nyaris seperti berjudi, lebih baik berbisnis saja”.
Ketika ditanya apakah ada penyesalan, walau sedikit, karena tidak memanfaatkan waktu muda untuk kuliah? Beliau menjawab “tidak menyesal sama sekali. Kuliah bisa dilanjut kapan2. Toh kuliahnya ga mau dipakai untuk berkarir di PNS.”
Ketika ditanya, apakah tidak takut menghadapi masa depan dengan hanya berbisnis? Kan masa depan penuh ketidakpastian. Beliau menjawab “tentu tidak. Justru sebenarnya dengan menghadapi ketidakpastian itu, seseorang akan semakin terpacu untuk berkembang. Saya tidak takut bisnis saya ambruk. Justru ketakutan terbesar saya adalah apabila saya tidak melakukan pekerjaan yg sesuai dengan  passion saya”
Sekarang kita ke regu oposisi. PNS-PNS yg lebih memilih investasi di pendidikan.
Kita mulai dengan idola kita, Bapak A. Beliau lulusan D3dan D4 STAN lalu melanjutkan pendidikan S2 linkage UI dan Universitas di Jepang.
Beliau lalu menjadi salah satu pejabat eselon 4 termuda di Kemenkeu.
Ketika ditanya mengapa lebih memilih kuliah dibanding berbisnis, beliau malah balik bertanya “kenapa kemarin kamu nggak memilih drop out aja dari stan?”
Pertanyaan balasan tersebut jujur saja membuatku kaget. Silahkan teman-teman merenungkan sendiri, ya.
Pak A berpendapat bahwa pendidikan itu menjamin masa depan kita di masa tua. Pendidikan yg lebih tinggi selalu membuka peluang karier yg baru. Kuliah memberikan hal-hal yg, menurut Pak A, lebih dari pada uang. Kuliah memberikan pola pikir baru, sudut pandang baru, serta tentunya pengetahuan baru.
Ketika ditanya apakah ada opportunity cost yang disayangkan ketika kesempatan berbisnis ditukarkan dengan mengambil kuliah, Pak A menjawab “sebenarnya tidak ada opportunity cost ketika memilih kuliah. Tidak memiliki bisnis di waktu muda karena konsen belajar itu memang sudah merupakan konsekuensi logis dari kuliah. Jadi saya pribadi tidak merasa ada yg disayangkan”
Toh apa yg dikejar melalui perkuliahan bukan semata-mata penghasilan, tapi manfaat pendidikan yang jauh lebih besar dari pada uang.”
Pak A juga berseloroh bahwa dia bukan berinvestasi lewat pendidikannya, tapi malah berhutang. “saya adalah orang dengan hutang terbanyak di ruangan ini” katanya sambil tertawa. Mungkin maksudnya hutang kontrak kerja.
Ketika ditanya bagaimana pendapatnya tentang PNS yg berbisnis, Pak A bersikap netral. Menurutnya PNS boleh berbisnis selama tidak absen dari jam kerja, tidak menggunakan fasilitas kantor ketika berbisnis, dan tidak melanggar aturan-aturan lain.
Pak amin juga berpesan kepada lulusan STAN untuk bekerja dengan sepenuh hati, betapa pun kecilnya pekerjaan kita. “Walau kamu cuma disuruh fotocopy, menstaples, menstempel, atau apa pun itu, lakukan dengan sebaik-baiknya. Penyakit sebagian besar anak STAN adalah menganggap remeh pekerjaan-pekerjaan kecil seperti itu dan cuma berharap dapat pekerjaan yg lebih besar.”
Narasumber yg terakhir adalah Bapak S. Pak S adalah lulusan D4 STAN dan S2 Ekonomi di Erasmus University, Belanda. Beliau adalah staffnya Pak A.
Ketika ditanya kenapa memilih kuliah dibanding berbisnis, Pak S sambil terkekeh menjawab “saya nggak bakat bisnis. Dulu saya sempat bisnis distro, tapi terus gagal. Lalu sejak itu saya ga suka berbisnis lagi dan lebih memilih kuliah.”
Menurut Pak S, walau bisnis memberikan return yg lebih cepat dan besar seperti yg dimiliki Pak I, pendidikan juga memiliki keunggulan yang tidak dapat dipungkiri, yaitu memberikan return yg lebih safe.
Return yg aman dari perkuliahan inilah yg membuat Pak S tergiur.
Yang menarik, ketika ditanya pendapatnya mengenai PNS yg berbisnis, beliau menjawab, “PNS Setban yang berbisnis ga pernah melalaikan tanggung jawabnya, kok. Justru sebenarnya saya setuju dengan PNS-PNS yang berbisnis. Karena PNS-PNS yang berbisnis dan PNS-PNS yang berpendidikan tinggi bisa saling melengkapi.”
Melengkapi bagaimana, kah, yg dimaksud Pak S? Sangat menarik jika kita mengamati pendapatnya. “PNS yang berpendidikan tinggi akan memiliki keahlian berpikir yang lebih terlatih. PNS-PNS seperti itu akan sangat cocok mengisi posisi manajerial. Sedangkan PNS yang berbisnis cenderung memiliki karier PNS yg minim sehingga cocok mengisi posisi pelaksana dan pekerjaan-pekerjaan teknis. Bagaimana pun juga, PNS-PNS berpendidikan tinggi membutuhkan pelaksana dan teknisi.”
Dari keempat narasumber di atas, saya melihat suatu kecenderungan. PNS yg memilih berinvestasi lewat pendidikan adalah PNS yang mendedikasikan dirinya untuk berkarier di dunia PNS. Sedangkan PNS-PNS yg berinvestasi di bisnis cenderung adalah PNS-PNS yg mengaku tidak mengejar karier PNS, malah pengen meninggalkan dunia PNS.
Apakah keduanya bisa digapai? Saya yakin bisa. Namun sepertinya kita harus memilih satu kecenderungan. Mau lebih condong ke pendidikan atau yg ke bisnisnya.
Bagaimana pun, kita nantinya akan berkeluarga. Pasti akan sangat sulit mengembangkan keduanya bersamaan dimana kita harus meluangkan waktu juga untuk keluarga kita.
Jadi, ketika kita yg sudah berkeluarga kelak memilih berbisnis, pasti akan ada kecenderungan untuk berhenti menggeluti pendidikan. Begitu pula sebaliknya. Sedangkan Pak A yang belum berkeluarga aja belum mulai meniti bisnis (kalau saya tidak salah).
Pada akhirnya, kembalilah kepada kita masing-masing. Yang mana investasi yang lebih asyik kita geluti. Apakah investasi bisnis dengan return cepat dan peluang penghasilan 12x dari gaji PNS II/c, atau investasi pendidikan yang membuka peluang karir dan memberikan return-return lain yg jauh lebih aman. Semuanya punya plus minus masing-masing.
Hm.. sebenarnya ada invest ketiga di luar investasi-investasi tersebut di atas, yaitu investasi rohani. Tapi untuk hal itu faris lebih ahli. Hehe.
Demikian ODOI saya hari ini. Semoga bermanfaat. Selamat beristirahaaat :3

1 thoughts on “Antara Pendidikan dan Investasi

  1. Ping-balik: Antara Pendidikan dan Investasi | Perpustakaan Mini BPPK

Tinggalkan komentar